Di bab ke-2 dalam bukunya Mansour Faqih (Analisis Gender) dibuka dengan pernyataan bahwa penganut aliran sosial konflik melihat gender sebagai penyebab ketidakadilan struktur dan sistem. Namun hal tersebut terbantahkan dengan adanya kondisi (konteks) mengenai posisi perempuan utamanya dan kedudukan laki-laki. Tak ayal dari realita itu melahirkan empat dimensi gerakan dari struktur dan sistem ini (memgenai bentuk penyanggahan sebagai faktor utama) diantaranya:
Feminisme Liberal. Dalam lingkup sosial, kebebasan (freedom) dan kesamaan (equlity) berakar dari rasionlitas dan pemisahan antara dunia privat dan public yang didalamnya ada hak perempuan dan laki-laki sehingga sisi pembedaan tidak ada. Perempuan pun adalah makhluk rasional, maka kalaupun perempuan terbelakang atau tertinggal, feminisme liberal beranggapan bahwa hal itu disebabkan kaum perempuan sendiri. Pemecahannya adalah menyiapkan kaum perempuan agar bisa bersaing dalam situasi dunia yang penuh dengan persaingan bebas. Sebagian usaha ini dapat dilihat dari pembangunan (Women in Development) dengan menyediakan “program intervensi guna meningkatkan taraf hidup keluarga spirit pendidikan, keterampilan “serta” kebijakan yang dapat meningkatkan kaum perempuan sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Gerakan ini termasuk ke dalam paradigma fungsionalisme dalam feminisme.
Paradigma konflik dalam feminisme terbagi ke dalam beberapa bagian dalam tipe gerakannya. Kelompok Feminisme Radikal (diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin) khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi (Brownmiller, 1976). Para penganut gerakan ini berpandangan bahwa penyebab penindasan berakar dari jenis kelamin laki-laki dan ideologi patriarki (sistem hirarki seksual yang memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi (Eisenstein, 1979)) baik dari sisi biologis maupun politik. Sehingga pengusaan fisik perempuan oleh laki-laki seperti hubungan seksual adalah bentuk penindasan (Jaggar, 1977).
Kedua, Feminisme Marxis yang berpandangan bahwa penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi yang diletakan dalam kerangka kritik atas kapitalisme walaupun Marx sendiri tidak menjelaskan posisi perempuan dalam perubahan sosial sehingga hubungan suami istri seperti hubungan antara proletar dan borjuis serta kemajuan masyarkat dapat diukur dari status perempuannya. Sedangkan Engels mengulas masalah ini dalam sejarah prakapitalisme. Dalam bukunya yang berjudul The Origin of Famly: Private Proverty and The State, Engels menjelaskan bahwa sejarah terpuruknya status perempuan bukan disebabkan oleh perubahan teknologi, melainkan perubahan dalam organisasi kekayaan. Maka penciptaan surplus adalah dasar munculnya private proverty yang menjadi dasar perdagangan dan produksi (iklan dari manipulasi kuasa laki-laki dalam politik produksi yang mereduksi perempuan) dan terlihat pada zaman kapitalisme. Penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang bersifat strktural kelas sebagai proses revolusi. Ternyata perjuangan perempuan itu masih panjang dalam hal pekerjaan domestik kecuali jika itu semua menjadi industri sosial dan dibawa ke ranah publik (Engels). Sehingga pekerjaan domestik itu mesti harus dihapuskan “bukan kewajiban perempuan semata tapi tanggungan bersama”
Penganut aliran feminisme ketiga adalah feminisme Sosialis. Aliran ini menurut (Jaggar, 1983) melakukan sintesa antarmetode historis materialistik Marx dan Engels dengan gagasan personal is political (kaum radikal). Bagi mereka penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, dan tidak serta merta menaikkan posisi perempuan (pandangan ini lahir dari 2 tipe gerakan sebelumnya yang secara tidak langsung saling berkesinambungan atau simbiosis mutualisme) karena tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah (dari tipe Marx). Oleh karena itu kedua tipe sebelumnya perlu dikawinkan, dengan demikian kritik terhadap eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dimensi, subordinasi dan marginalisasi atas kaum perempuan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis gender dapat mempertajam pandangan mereka yang melihat sistem dan struktur yang telah memungkinkan gerakan feminisme dan gerakan-gerakan lain melakukan analisis dan pemecahan masalah bersama-sama.
Gerakan di atas muncul bukan tanpa alasan bahkan muak dan lelah dengan kondisi itu. Tak mudah memang mendirikan suatu gerakan dalam menentang hal yang sakral dan dianut oleh berbagai kalangan di setiap lapisan bumi ini. Kemungkinan penyebab itu diantaranya: pertama, terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi utamanya di bidang pertanian yang kebijakannya sangat menguntungkan petani laki-laki dari pada perempuan) terhadap kaum perempuan walaupun tidak semuanya karena perbedaan gender. Kedua, terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin. Ketiga, pelabelan negative (stereotif). Keempat, kekerasan (violence terhadap jenis kelamin tertentu. Jika konteksnya saat ini perempuan lah sasaran kekerasan itu walaupun tidak semua seperti itu). Kelima, karena peran gender perempuan dalam mengelola domestik. Sekarang hal itu tinggalah pembenahan kedua belah pihak terutama dengan anak (termasuk masa depannya).
Semua bisa diraih sesuai keinginan yang diharapkan oleh para penggerak atas nama ibu dunia. Jika dilihat dari teori termasuk maksud-maksudnya memang memiliki kekuatan masing-masing. Tapi ketika digabungkan untuk mencapai tujuan yang disepakati, maka unsur utama para penggerak pasti akan tercapai bahkan terwujud.
Tinggal menapaki sudut mana untuk mencapai keberhasilan sebagai pengakuan bersama apalagi jika kapitalisme sendiri takut dengan gerakan ini atas nama perempuan.
Penulis : Iis Suarsih Wihandha
Daftar Pustaka
Mansour Fakih, 2010, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar